Saya memulai tulisan ini dengan membuka kamus untuk menemukan dengan tepat apa arti
kata;expose; Artinya adalah membuka, menyingkap-kan cahaya, membongkar, menampakkan. Bisa juga berarti pembongkaran dan pembeberan. Menariknya ketika ditambahi akhiran menjadi exposition artinya sedikit bergeser jadi pameran, pertunjukan, eksposisi. Penjelasan yang terperinci, karangan yang menjelaskan proses atau gagasan, perawian. Maka judul pameran Exposer Art sudah barang tentu menunjuk kepada pelaku atau orang yang sedang melakukan penyingkapan di dalam kesenian kemudian mempertunjukkan proses dan gagasannya secara terperinci, dalam sebuah kegiatan bernama eksposisi atau pameran.Pameran yang dihelat sebagai peringatan ulangtahun ke-33 Plaza Indonesia ini diikuti oleh 33 pelukis yang usianya belum genap 33 tahun. Wow... perpaduan yang indah sekaligus keberanian tersendiri. Usia 33 sudah dianggap senior dalam dunia olahraga, sepakbola misalnya. Namun dihitung sebagai belia, atau masih tergolong remaja dalam dunia kesenian,khususnya senirupa. Karena umumnya seseorang baru dianggap dewasa atau disebut matang dalam olah senirupa setelah ia melewati usia 35 tahun. Tapi jangan lupa, ukuran yang saya sebutkan barusan hanya sebatas pada umumnya, sekali lagi umumnya saja. Dan kesenian adalah ruang paling luas untuk menampung segala sesuatu yang tidak umum. Karena jika hanya berisi hal umum dan atau biasa saja, adakah ia masih layak dinamai kesenian? Mari kita periksa, apakah peserta pameran ini masih belia atau sudah cukup matang? Bukan soalan umur melainkan kekaryaannya. Sebagaimana salah satu arti kata expose adalah menyingkap cahaya. Dan cahaya adalah hal terpenting dalam ranah visual. Tanpanya kita tak akan mampu menangkap rupa. Namun jika berlebihan kita akan silau karenanya. Anda boleh menafsirkannya sebagai apa yang Anda suka. Anda boleh mengikuti judul sebagai guiding atau pemandunya. Bahkan boleh memilih cara yang sama sekali berbeda. Begitulah konsep sejatinya sebuah pameran; bukan sekadar menunjukkan karya kepada publik melainkan Ruang terbuka untuk membuka, menyingkap, membongkar dan seterusnya tentang sebuah konsep dan gagasan yang dikerjakan oleh seniman pada karyanya; Pun pameran hebat ini. Bersama mari kita uji, periksa dan Anda berhak memberikan nilai. All you have to do is expose it... Yogyakarta, 20 Februari 2023 Yuswantoro Adi Pelukis yang Menulis Seni Rupa
0 Comments
Menjadi Indonesia
(Indonesia dalam Imajinasi 45 Perupa) Indonesia dapat dipahami sebagai kata kerja, bukan kata benda. Sebagai kata kerja, maka ia, Indonesia itu, terus bergerak membentuk dirinya menjadi ideal atau menjadi sempurna. Jalan menuju kesempurnaan sudah pasti penuh kelok, turun- naik, halus-terjal, dan sebagainya. Karena siapa pun tahu, bahwa ideal atau sempurna itu sesungguhnya fatamorgana. Realitas keseharian, sebagai sebuah entitas negara-bangsa yang plural, yang memilih jalan demokrasi, pastilah dikepung oleh sejumlah resiko; penuh perbedaan, berpotensi penuh tegangan, juga benturan, tetapi sekaligus kaya warna. Indonesia yang terus berada dalam proses “menjadi”, menyediakan dirinya untuk terus menerus dimaknai dan dibentuk. Indonesia merupakan ladang inspirasi yang tak pernah kering, menantang, dan penuh daya tarik. Seniman/perupa sebagai komponen warga-bangsa berpeluang besar memberikan andil untuk berpartisipasi dalam proses “menjadi Indonesia” melalui imajinasi dan bentuk-bentuk karya yang memiliki daya gugah bagi orang lain. Karya seni rupa dengan beragam bentuk, dengan berbagai metafora, penuh simbol, merupakan ruang luas dan bebas untuk menunjukkan daya gugah itu. Menggugah kesadaran kritis maupun menyentuh kesadaran reflektif. Pameran bertajuk Menjadi Indonesia di Plaza Indonesia ini dihasratkan untuk “menghadirkan Indonesia” melalui cara pandang dan imajinasi 45 orang perupa (terdiri atas 35 pelukis dan 10 pematung). Para perupa ditantang, sekaligus menantang dirinya sendiri untuk mengambil posisi kritis, memilih sudut pandang yang sesuai dengan suara nuraninya, diolah, diimajinasikan, dan diwujudkan menjadi karya-karya yang, seperti sudah disebut sebelumnya, memiliki daya gugah bagi khalayak luas. Seperti halnya ketika orang-orang muda seperti Soekarno, Mohamad Hatta, Syahrir, Tan Malaka, pada sekitar tahun 1920-an sudah mengimajinasikan wujud Indonesia. Juga ketika para perupa seperti Mas Pirngadi, Wakidi, Kartono Yudokusumo, termasuk S. Sudjojono memandang dan mengabadikan Indonesia. Dengan demikian, seniman/perupa dengan kemampuan imajinasi dan kemampuan membentuk, dapat memberikan andil bagi Indonesia untuk menumbuhkan sensitivitas dan sikap kritis khalayak luas melalui karya seni rupa. (Suwarno Wisetrotomo) |